Siswa SMAN I Slawi Belajar Biografi Lanang Setiawan
Laporan Tim PanturaNews
Selasa, 05/02/2019, 13:19:02 WIB

Lanang foto bersama siswi SMAN 1 Slawi usai diskusi Belajar dari Biografi Lanang Setiawan (Foto: Dok)

PanturaNews (Tegal) - Proses belajar-mengajar kepada siswa tidak selamanya di dalam kelas. Hal ini agar siswa mendapat kesegaran dan inovatif dari seorang pendidik. 

Salah satu cara inovatif demikian ditempuh Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri I Slawi, Kabupaten Tegal, yakni Muarif Esage. Tidak segan-segan, dia mengundang langsung tokoh paling berpengaruh di jagad sastra Tegalan, asal Kota Tegal yakni Lanang Setiawan.

Menurut Muarif, dipilihnya sosok Lanang Setiawan dihadirkan di tengah-tengah 250 peserta klas X muridnya senyampang di SMA tersebut, ada mata pelajaran Bahasa.

"Lanang Setiawan adalah penerima penghargaan hadiah Sastra Jawa “Rancage” dari Yayasan Rancage tahun 2011. Sebuah penghargaan nasional sangat bergengsi, dan di Tegal satu-satunya seniman yang menerima cuma Lanang Setiawan,” ujar Muarif Esage.

Kecuali itu, menurutnya, Lanang adalah pencetus lahirnya Sastra Tegalan dari tahun 1994 hingga bahasa Tegal yang dulunya cuma sebagai bahan lelucon, hinaan, tapi setelah gerakan dia bertubi-tubi maka bahasa Tegalan berubah total menjadi bahasa yang disegani ditengah persaingan peradaban global.

"Inilah sumbangsih terbesar Lanang Setiawan bagi masyarakat, tidak hanya bagi pelaku seni melainkan masyarakat luas pada umumnya. Sebuah loncatan pergerakan tak terkirakan mampu mengikis image dari memandang rendah bahasa Tegalan menjadi bermartabat," papar Muarif yang pernah membuat buku biografi Lanang dengan judul bukunya “Lanang Setiawan Penjaga Bahasa dan Pelopor Sastra Tegal”.

Acara menghadirkan tokoh Lanang Setiawan ini dibuka oleh Kepala SMA Negeri l Slawi, Dra. Mimik Supriyatin, MM dengan dimoderatori Muarif Esage

berlangsung cukup gayeng dan penuh respon. Mengambil tempat di Aula SMA Negeri l, Senin 4 Februari 2019 bertemakan "Belajar dari Biografi Lanang Setiawan.

Di hadapan ratusan siswa, Lanang mengisahkah proses perjalanan kreativitasnya memartabatkan bahasa Tegalan, bermula ketika ia menterjemahkan sajak 'Nyanyian Angksa" karya WS. Rendra menjadi "Tembangan Banyak", sajak “Aku”, “Doa”, dan “Isa” karya penyair Angkatan 45 diobrak-abrik Lanang ke dalam basa Tegalan menjadi “Enyong”, “Ndonga”, dan “Isa”.

Gerakan migrasi bahasa yang dilakukan Lanang berlangsung pada tahun 1993, sebelum sajak-sajak penyair nasional itu viral di koran-koran daerah maupun nasional, dimuat terlebih dahulu di tabloid "Kontak" yang ia terbitkan.

"Sejak itu kawan-kawan seniman Tegal beramai-ramai membikin puisi terjemahan dari para penyair nasional. Dan akhirnya secara sporadis banyak kantong-kantong budaya mengundang kami untuk pentas puisi-puisi tegalan ke berbagai kota dari mulai Taman Budaya Surakarta, Semarang, Indramayu, Jakarta dan lain sebagainya," kata Lanang dalam acara tersebut.

Ditambahkan, gerakan literasi dan pembacaan sajak tegalan tak pernah henti dari tahun ke tahun. Gerakan mematabatkan bahasa Tegalan makin viral, lantaran konsep yang ditrapkan Lanang menggunakan cara "menggoda" pada siapa pun. Tidak hanya para seniman yang mengikuti arus tegalannya Lanang Setiawan, melainkan semua pejabat, anggota dewan sampai Walikota dan Bupati Tegal pun mengikuti berpuisi tegalan ria.

Dalam pada itu, diakhir acara, kehadiran Lanang Setiawan yang didampingi 'asissten" penyair Apas Kgafasu diminta untuk menutup acara dengan membacakan puisi tegalan "Tangis Njarem" karya Lanang Setiawan. Dipilihnya Apas Khafasy, menurut Lanang, senyampang Apas adalah salah satu pembaca puisi yang sudah malang melintang dari panggung ke panggung.