Tegal Layak Dijuluki Ibu Kota Penyair Indonesia
-Laporan Riyanto Jayeng
Selasa, 17/06/2014, 12:40:10 WIB

Ilustrasi

PanturaNews (Tegal) - Perkembangan dunia penyair Indonesia selama 2 dekade terakhir ini tidak lepas dari aktifitas dan geliat kesenian di Kota Tegal, Jawa Tengah. Dari tahun ke tahun jagad sastra di Kota Tegal semakin menampakan eksistensinya. Dari kota ini pula sudah lahir ratusan penyair muda Indonesia yang susul menyusul membuktikan kepiawaian karya-karyanya. Melihat kenyataan itu, maka sangat layak jika Kota Tegal mendapat sebutan sebagai Ibu Kota Penyair Indonesia.

Hal itu sampaikan Joshua Igho, salah seorang penyair muda asal Kota Tegal yang didaulat menjadi panitia peluncuran Antologi Penyair Dari Negeri Poci (DNP) ke 5 dengan judul Negeri Langit dalam pers releasnya, Selasa 17 Juni 2014.

Menurut Igho, walaupun jumlah penduduknya kurang dari 300 ribu jiwa dan tersebar di 4 wilayah Kecamatan yang ada, namun intensitas berkesenian warga Kota Tegal dapat dikatakan cukup tinggi. Para penggiat seni di Kota Tegal tidak pernah berhenti melahirkan karya-karya baru, gagasan-gagasan baru untuk kemajuan seni daerah dan nasional.

Igho mengatakan, DNP adalah sebuah serial buku antologi puisi yang mencoba merekam jejak kepenyairan para penyair Indonesia dari tahun ke tahun secara lintas generasi, lintas gender dan lintas genre. Buku ini dirintis oleh Komunitas Negeri Poci, yang terdiri dari; Adri Darmadji Woko, Handrawan Nadesul, Kurniawan Junaedhie, Prijono Tjiptoherijanto, Oei Sien Tjwan, Piek Ardijanto Soeprijadi, Widjati, Rahadi Zakaria, Rita Oetoro, Syarifuddin A.Ch, Dharnoto, B. Priyono Soediono, Eka Budianta, dan Rita Oetoro.

“Yang menarik dari terbentuknya Komunitas Negeri Poci adalah sosok Piek Ardijanto Soeprijadi yang pada era 1970-an sudah dikenal luas sebagai penyair yang karyanya dimuat di berbagai media massa nasional. Selain menulis puisi, Piek juga mengulas puisi-puisi para penyair muda yang saat itu tengah semangat-semangatnya berkarya,” kata Igho.

Lebih jauh dikatakan, dari komunikasi lewat tulisan itulah, para penyair muda itu akhirnya berhasil menjalin komunikasi secara personal dengan mengadakan pertemuan-pertemuan secara intens dengan Piek Ardijanto. Dalam hubungan itu, Piek lebih diposisikan sebagai guru yang membimbing, memberikan pengarahan kepada para penyair pemula.

Secara berkala, para penyair muda itu bertandang ke rumah Piek di Tegal, hanya untuk menjalin silaturahmi dan belajar puisi. Dari intensnya hubungan selama bertahun-tahun dengan Piek, itulah akhirnya muncul gagasan membentuk Komunitas Negeri Poci, dengan menerbitkan antologi puisi dengan judul DNP yang diikuti 12 penyair, tahun 1993.

Igho mengungkapkan, lahirnya DNP disambut secara antusias oleh para sastrawan pada saat itu, dan menjadi buah bibir di media massa nasional. Tak pelak, pada tahun berikutnya, 1994, 45 penyair berhimpun dan menerbitkan seri dua dengan judul yang sama, DNP II. Selanjutnya, jarak antara seri ke-dua dan ke-tiga hanya selisih dua tahun, yaitu 1996. Namun untuk seri ke-empat, rentang jaraknya cukup jauh, yakni 17 tahun, meskipun selama kurun waktu itu Komunitas Negeri Poci masih tetap menjaga komunikasi dengan Piek Ardijanto sampai meninggalnya, tahun 2001.

“Pada peluncuran seri Antologi Penyair Indonesia DNP dengan subjudul Negeri Abal-abal yang 10 Maret 2013 lalu, menorehkan catatan penting, yaitu diikuti oleh 99 penyair dari berbagai kota di Indonesia, dengan kemasan lux , dengan ketebalan 718 halaman. Hal lain yang tidak mungkin terlupakan oleh para undangan terutama yang hadir dalam acara itu, adalah peristiwa meninggalnya penyair Boedi Ismanto. Dia jatuh kemudian meninggal dunia saat sedang bersiap-siap akan membacakan karya-karyanya di panggung pertunjukan,” ujarnya.

Igho menambahkan, dalam antologi puisi DNP 5 dengan subjudul Negeri Langit yang akan diluncurkan pada Sabtu 21 Juni mendatang, akan memuat 153 penyair Indonesia. Acara peluncuran akan dihadiri oleh para penyair yang hadir dari seluruh Indonesia. Dan, dalam rangka memperingati 20 tahun Antologi Puisi Dari Negeri Poci ini, para perintis dan penyair bertekad ingin menjadikan Tegal sebagai “Ibukota Penyair Indonesia”.

“Rangkaian acara peluncuran Antologi Puisi DNP ke-5 ini dimulai dengan  Wisata sastra dan silaturahim di Rumah Sastra Kita (Kediaman sastrawan alm. Piek Ardijanto Soeprijadi), Jl. Cerme, kompleks Alun-alun Kota Tegal. Pukul 11:30 - Diskusi sastra di Kafe Yasinta, kompleks Pom Bensin Muri. Pukul 19:30 s/d selesai – Acara puncak, Temu Penyair Negeri Poci 2014, Peluncuran Antologi Penyair Negeri Poci: Dari Negeri Langit dan Pertunjukan Seni Baca Puisi oleh para  penyair DNP yang hadir dari berbagai kota di Indonesia di Gedung Kesenian Kota Tegal, Jalan Setiabudi, Kota Tegal,” tegas Igho.

 

PERINTIS DARI NEGERI POCI

PERINTIS AWAL: 1.  Adri Darmadji Woko, 2. Handrawan Nadesul, 3. Kurniawan Junaedhie, 4. Oei Sien Tjwan, 5. Piek Ardijanto Soeprijadi (1929 – 2001), 6. Widjati (1928 – 2004), 7. Rahadi Zakaria, 8. Rita Oetoro, 9. Syarifuddin A.Ch (1951 – +2005), 10.  Dharnoto, 11.  B. Priyono Soediono, 12.  Eka Budianta

PERINTIS PENERUS: KOMUNITAS RADJA KETJIL (2009)

1. Handrawan Nadesul, 2. Adri Darmadji, 3. Kurniawan Junaedhie, 4. Dharnoto, 5. Dharmadi, 6. Oei Sien Tjwan.