Senin, 14/06/2021, 16:04:28
Sadarlah, Berpikirlah, Bertindak. Indonesia Darurat Sampah Plastik!
Oleh: Hera Agit Martha

SAMPAH plastik menjadi permasalahan serius hampir di semua negara, tidak hanya negara berkembang, tapi juga negara maju harus berusaha ekstra keras untuk mencari solusi dalam menangani permasalahan ini.

Berdasarkan data yang dipublikasikan dari jurnal IFL Science (Jurnal penelitian & Ilmu Pengetahuan dari Organisasi AAAS Amerika), menyatakan bahwa ada 24-34 juta metrik ton polusi plastik yang masuk ke lingkungan laut setiap tahunnya. Itu sekitar 11% dari total sampah plastik di dunia.

Jika hal ini dibiarkan tanpa ada penanganan serius maka lingkungan hidup akan hancur dipenuhi sampah plastik, hewan akan kehilangan habitatnya dan manusia kehilangan tempat tinggalnya. Sulit bagi makhluk hidup untuk terus bertahan.

Indonesian merupakan negara yang darurat sampah plastik, data yang diperoleh dari NPAP (The National Plastic Action Partnership) menyatakan Indonesia menghasilkan sekitar 6,8 juta ton sampah plastik per tahun yang 61% tidak terkelola, dan memperkirakan 620.000 ton sampah plastik yang masuk ke perairan Indonesia pada tahun 2017, bila tidak ada intervensi, jumlahnya akan meningkat 30% pada 2025 menjadi 780.000 ton per tahun.

Tidak heran jika Indonesia ditempatkan sebagai peringkat ke dua dunia  penghasil sampah plastik terbanyak. Hal ini bisa membahayakan lingkungan hidup dan ekosistem sekitar, terlebih Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah dan beragam, akan disayangkan jika harus tercemar oleh sampah plastik.

Sampah plastik merupakan bahan yang sulit diolah, karena sifatnya yang sulit terurai dalam tanah dan limbah pengolahannya juga berbahaya. Apa bila sistem pengolahan sampah plastik ini dengan cara dibakar maka asap yang dihasilkan oleh pembakaran akan menghasilkan bahan-bahan yang sangat berbahaya, sehingga menjadi polusi udara, abu dari bekas pembakaranpun memiliki kandungan yang berbahaya jadi tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Dan jika dipendam dalam tanah maka butuh waktu ribuan tahun untuk plastik ini benar-benar terurai, sampah plastik juga tidak bisa dibiarkan dalam lautan atau dibuang ke lingkungan air karena plastik tidak bisa larut dalam air. Sampah plastik ini hanya akan terdegradasi menjadi potongan yang lebih kecil atau sangat kecil biasa disebut dengan mikroplastik yang ukuran diameternya kurang dari 5mm, itu akan sangat berbahaya bagi ekosistem perairan.

Melihat polusi sampah plastik yang terus meningkat setiap tahunnya, dan pengolahannya yang sulit, membuat berbagai negara dibelahan dunia berlomba-lomba mencari solusi untuk menanganinya dengan cepat, tepat, dan aman.

Dilansir dari World Economic Forum, Jerman adalah negara dengan tingkat daur ulang sampah terbaik di dunia berdasar data dari Eunomia, dengan presentase pengolahan sampah diatas 50%,  dan untuk pengolahan sampah plastik terbaik dunia dipegang oleh negara Singapura dan Hongkong.

Negara Singapura menerapkan sistem pengolahan sampah plastik dengan metode waste to energy dimana sampah plastik dikumpulkan dalam satu tempat pengolahan dalam satu hari, yang kemudian dibakar dalam suhu tinggi kemudian energi panas yang dihasilkan digunakan untuk pembangkit tenaga listrik alternatif.

Dalam prosesnya negara Singapura memaksimalkan segala teknologi dan fasilitas yang dibutuhkan, seperti menyediakan transportasi khusus serta pegawai khusus yang dikerahkan untuk mengangkut sampah dari berbagai plosok negri. Setelah sampah plastik terkumpul proses, selanjutnya adalah pemilahan sampah plastik, yang masih bisa didaur ulang akan diberikan kepada pengusaha pihak swasta yang bergerak dalam bidang daur ulang.

Sampah yang sudah tidak bisa digunakan kembali akan dibakar dengan teknologi khusus, dimana asap pembakaran akan disaring dan tidak menimbulkan polusi udara, dan abu hasil pembakaran akan dibuang diperairan buatan yang khusus. Jika penumpukan sudah penuh maka diatasnya akan dilapisi tanah organik atau disebut proses vegetasi, yang akhirnya menjadi pulau buatan baru.

Tidak hanya itu dalam proses pengolahan sampah plastik pemerintah memiliki kerja sama yang baik dengan pihak swasta serta masyarakat. Masyarakat Singapura memiliki kesadaran yang tinggi dalam membuang sampah pada tempatnya, dan mampu membedakan sampah yang dapat didaur ulang dan yang tidak.

Bisa dikatakan negara Singapura berhasil menangani permasalahan sampah plastk di negaranya dengan baik. Lalu bagaimana jika dinegara Indonesia? Apakah penanganan yang dilakukan di Singapura bisa diterapkan di Indonesia?

Jika dilihat dari segi teknologi yang digunakan kemungkinan Indonesia akan kesulitan dalam menerapkannya, dan di lihat dari segi geografispun tidak memungkinkan bagi Indonesia untuk mengumpulkan sampah dalam waktu satu hari dari seluruh plosok negri. Dalam mengatasi permasalahan ini sebenarnya pemerintah sudah menerapkan berbagai kebijakan, seperti bekerja sama dengan pihak swasta pemilik pusat perbelanjaan untuk mengenakan tarif bagi setiap kantong plastik yang dikeluarkan.

Tidak hanya itu pemerintah juga sudah menyediakan tempat sampah yang beragam dalam satu daerah untuk membantu masyarakat dalam memilah sampah, untuk pengangkutan dan pengumpulan sampah pemerintah memperkejakan pelaku sektor informal, seperti pemulung dan toko barang rongsokan untuk membantu dalam prosesnya. Meskipun sudah banyak upaya yang dilakukan, namun penghasilan sampah plastik di Indonesia tidak juga berkurang secara kognitif.

Ada banya hal yang mempengaruhinya. Mulai dari kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan sampah yang kurang, pekerja sektor informal yang kurang mndapat perhatian pemerintah dimana upahnya yang masih kecil dan fasilitas yag kurang memadai, hingga penerapan tempat sampah beragam yang tidak merata keberbagai daerah.

Bukan lagi solusi yang harus dicari, sudah banyak inovasi-inovasi yang dihasilkan untuk mengolah sampah plastik dengan baik di Indonesia, namun kesadaran serta pengetahuan masyarakat akan membuang sampah pada tempatnya dan pentingnya pemilahan sampahlah yang perlu dibangun dan dijaga bersama.

Peran pemerintah juga sangat diharapkan dalam mengintegrasikan pekerja sektor informal menjadi sektor formal, memberikan penghasilan yang layak serta memberikan fasilitas yang maksimal dalam hal ini.

(Hera Agit Martha adalah mahasiswi Universitas Peradaban Bumiayu (UPB) Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Gadis yang lahir di Brebes 21 Maret ini, mengenyam pendidikan mulai dari SD Negeri Kalijurang 03, SMP Negeri 01 Bumiayu dan SMA Negeri 01 Bumiayu, dan punya motto; Terus berproses dalam memaknai hidup)

Tulisan dalam Kolom Opini ini adalah kiriman dari masyarakat. Segala tulisan bukan tanggung jawab Redaksi PanturaNews, tapi tanggung jawab penulisnya.

 
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

Komentar Berita