Rabu, 05/05/2021, 22:35:06
Bahaya Ancaman Ekonomi Bagi Indonesia
Oleh: Anisa Unikmah

PERKEMBANGAN ancaman keadaan bahaya di era modern saat ini, menjadi tantangan khusus bagi negara-negara demokrasi di mana ancaman keadaan bahaya yang terjadi, bersifat multikarakter baik ancaman yang bersifat militer maupun nonmiliter dan seringkali keduanya terjadi bersamaan.

Anna Khakee berpendapat bahwa perkembangan keadaan bahaya yang beragam harus direspon secara berbeda sesuai dengan sifatnya “Emergency situations differ greatly: pandemics and natural catastrophes tend to have different effects and require different responses than insurgencies or attempted coups d’état. Terrorist attacks, again, will be different from severe economic crises or an armed aggression of a foreign state”.

Oleh sebab itu, banyak negara membentuk peraturan untuk merespon ancaman keadaan bahaya yang memiliki karakter beragam, salah satunya ancaman masalah ekonomi. Salah satu negara yang mengatur ancaman ekonomi sebagai bagian keadaan bahaya adalah Amerika Serikat melalui International Emergency Economic Powers Act (IEEPA) Tahun 1977.

Undang-undang tersebut mengatur kekuasaan presiden terhadap masalah ekonomi setelah pemberlakukan keadaan bahaya. IEEPA sendiri merupakan aturan lanjutan dari National Emergency Act 1976. Perkembangan IEEPA di era modern digunakan oleh Amerika Serikat sebagai instrumen untuk menerapkan kebijakan internasional di bidang ekonomi.

Di era modern, ancaman ekonomi dapat disebut sebagai bentuk ancaman yang paling berpotensi melemahkan suatu negara karena perang ekonomi lebih memiliki dampak daripada perang militer, karena tanpa kekuatan ekonomi, negara tidak akan mampu memiliki pertahanan yang kuat. Praktik ini juga telah dilakukan pada perang dunia kedua di mana target perang selalu dilakukan pada objek ekonomi suatu negara.

Dilihat dari potensinya, ancaman ekonomi dapat lahir dari dua faktor eksternal maupun internal. Faktor eksternal memberikan peluang terhadap ancaman ekonomi seperti dampak perang dagang maupun sanksi ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara atau korporasi melalui pembatasan perdagangan, tariff atau embargo ekonomi.

Konsep keadaan bahaya Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dari konsep keadaan bahaya yang umum dipraktikkan pada negara dengan sistem presidensil seperti Amerika Serikat, Prancis dan Filipina. Ketiga negara tersebut mengatur keadaan bahaya secara terukur dan jelas tanpa adanya tumpang tindih pengaturan, sedangkan Indonesia mengatur keadaan bahaya secara berlapis dan tumpang tindih antar undang-undang.

Dalam artikel sebelumnya yang berjudul “Ambiguitas Pengaturan Keadaan Bahaya dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”, Penulis menjelaskan mengenai pengaturan jenis ancaman keadaan bahaya secara tumpang tindih dalam beberapa undang-undang yang menyebabkan ambiguitas konsep keadaan bahaya baik mengenai kekuasaan, batas waktu dan format pertanggungjawaban.

Oleh sebab itu, sebelum menata ancaman ekonomi dalam keadaan bahaya terlebih dahulu harus diluruskan mengenai pengaturan ideal keadaan bahaya, agar proses penataan ancaman ekonomi dalam keadaan bahaya dapat dilakukan secara tepat.

Pengaturan ancaman ekonomi sebagai ancaman keadaan bahaya memberikan kesempatan pada Presiden untuk membentuk kebijakan penting tanpa harus dibatasi oleh ketentuan peraturan lainnya yang justru menghambat proses penanggulangan ancaman ekonomi.

Tidak diaturnya ancaman ekonomi sebagai bagian dari keadaan bahaya menyebabkan beberapa masalah seperti; Pertama, pembatasan terhadap kebijakan Presiden dalam merespon ancaman seperti yang dilakukan melalui Perppu 1/2020 (UU 2/2020) di mana kebijakan tersebut banyak dikritik bahkan sampai diuji materi pada Mahkamah Konstitusi.

Hal tersebut terjadi karena Presiden membentuk kebijakan khusus namun tidak dilakukan dalam ranah hukum tata negara darurat, sehingga masyarakat menggolongkan kebijakan tersebut sebagai produk hukum biasa yang tunduk pada pembatasan dan tidak boleh melanggar ketentuan perundang-undangan.

Kedua, ancaman ekonomi dapat melahirkan dampak yang besar termasuk pada aspek sosial, hukum dan politik seperti yang terjadi Tahun 1998 di mana krisis ekonomi mengakhiri kekuasaan orde baru dan menciptakan ketidakstabilan ekonomi. Dengan menjadikan ancaman ekonomi sebagai bagian keadaan bahaya, maka Indonesia memiliki sistem preventif yang mampu merespon dengan cepat ancaman ekonomi dan menekan dampak ancaman terhadap keamanan negara.

Kedua masalah diatas menunjukkan pentingnya untuk menata ancaman ekonomi dan praktik kekuasaan pemerintah dalam merespon ancaman ekonomi dalam rezim keadaan bahaya, sehingga memudahkan Presiden dalam membentuk kebijakan khusus untuk merespon ancaman ekonomi serta memulihkan kondisi ekonomi secara cepat, tanpa dibatasi oleh ketentuan aturan yang berlaku dalam keadaan normal.

(Anisa Unikmah adalah Mahasiswi Teknik Informatika Universitas Peradaban Bumiayu, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah)

Tulisan dalam Kolom Opini ini adalah kiriman dari masyarakat. Segala tulisan bukan tanggung jawab Redaksi PanturaNews, tapi tanggung jawab penulisnya.

 
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

Komentar Berita