Rabu, 13/01/2021, 18:34:47
Perlunya Pendidikan Karakter Menghadapi Tantangan Era Digital
Oleh: Hera Agit Martha

Perkembangan teknologi kearah digital kini semakin pesat. Hampir segala aspek kehidupan beralih menggunakan teknologi digital, seperti ekonomi digital, pendidikan digital, dan sosial digital.

Teknologi digital sendiri merupakan suatu alat yang sudah tidak menggunakan tenaga manusia secara manual lagi, melainkan menggunakan sistem pengoperasian secara otomatis, dengan sistem komputerisasi atau format yang dapat dibaca oleh komputer. Teknologi digital merupakan pengembangan dari Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK).

Adanya teknologi digital ini, juga telah memberikan perubahan besar bagi kehidupan manusia, karena kemampuanya yang dapat mengolah dan menyampaikan informasi dengan sangat cepat. Tidak seperti zaman dahulu orang rela menunggu berminggu-minggu menahan rindu untuk mendapat surat balasan, dizaman sekarang orang lebih risau gundah gelisah menunggu centang WA yang tak kunjung membiru hanya dalam hitungan jam. Hal tersebut cukup menunjukan perubahan ke arah digital ini tidak hanya berdampak pada kemudahan dalam pekerjaan manusia, namun juga berdampak pada karakter manusia.

Di Indonesia penggunaan teknologi digital juga semakin pesat karena bangsa ini dituntut untuk mampu mengimbangi perkembangan zaman. Apa lagi diera pandemi seperti sekarang, dimana kebijakan pemerintah untuk lockdown yang mengharuskan masyarakat untuk melakukan segala aktifitas dari rumah baik bekerja, belajar, berolahraga atau kegiatan lainnya, membuat pengguna teknologi digital semakin meningkat terutama dalam ranah internet seperti media sosial, game online, atau aplikasi pembelajaran.

Hal tersebut memang dapat membantu masyarakat untuk tetap berkegiatan dari rumah, contohnya dalam berdagang atau bekerja bisa menggunakan media sosial atau aplikasi tertentu untuk tetap berinteraksi, begitupun untuk pembelajaran, guru akan memberikan aplikasi yang menggunakan internet agar bisa bertatap muka dan berinteraksi. Dan menurut data hasil survei Asosiasi Penyelanggara jasa Internet Indonesia (APJII) periode 2019-kuartal II/2020 mencatat, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 196,7 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 23,5 juta atau 8,9% dibandingkan pada 2018 lalu. Dapat disimpulkan lebih dari setengah penduduk di Indonesia merupakan pengguna internet.

Dalam perubahan kearah serba digital selain dampak positif tentunya ada dampak negatif yang menjadi tantangan untuk memperbaikinya. Dan salah satu dari tantangan serius di Indonesia yaitu merosotnya moral dikalangan masyarakat khususnya anak-anak dan remaja, banyak dari mereka sudah tidak mengenal lagi sopan santun, dan berbicara kasar seakan telah menjadi budaya sehari-hari, tidak peduli siapa yang mereka ajak bicara. Hal tersebut terjadi karena pengolahan informasi, dan pola interaksi antar masyarakat berubah kebentuk digital yang sangat mudah diakses melalui smartphone.

Tidak hanya kelas menengah-atas pengguna smartphone kini juga  merambah hingga kelas bawah seakan sudah menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat, dan tidak hanya kalangan remaja-dewasa namun juga anak-anak sekolah dasarpun sudah memilikinya sendiri, dengan alasan sebagai media pembelajaran. Tidak ada yang salah akan hal itu, namun bila tidak di imbangi dengan pengawasan dan pembekalan maka nilai moral dan sosial budaya menjadi taruhannya.

Dimana teknologi digital dalam smartphone ini sudah membuka peluang bagi siapa saja untuk berhubungan dengan dunia luar tanpa harus bersosial langsung, dan segala informasi yang ditayangkan selalu menjadi kebenaran, tanpa mengetahui apakah sumber tersebut dapat dipercaya, sedangkan informasi pada smartphone sangat mudah dimanipulasi seseorang dan menjadi suatu kesalah pahaman yang diterima masyarakat.

Dalam kaitannya dengan pola interaksi pun teknologi digital ini tidak hanya menyuguhkannya dalam media sosial, contonya seperti game online kini sudah terdapat fitur untuk berinteraksi sesama pemainnya, mempertemukan orang-orang yang belum pernah saling mengenal.

Dan sayangnya dalam game online ini tidak dibatas oleh usia semua kalangan bisa menggunakanya dari anak kecil hingga orang dewasa, inilah yang menjadi keresahan karena biasanya para remaja akan saling mengumpat dengan kata-kata kasar akibat terbawanya emosi dalam game, hal tersebut lah yang mudah ditiru oleh anak-anak hingga terbawa ke kehidupan nyata, karena pada dasarnya anak-anak masih belum bisa membatasi dunia game dan kehidupan nyata.

Menurut penulis di Indonesia kebanyakan anak-anak mengalami perkembangan bahasanya secara Kognitif, yaitu perkembangan bahasa anak ditentukan oleh peniruan atau imitasi terhadap orang dewasa (Surna, Nyoman dan Pandeirot, D,2014).

Tak hanya itu kemampuan teknologi digital yang semakin canggih ini, membuat pengguna yang tidak memiliki pengendalian diri menjadi kecanduan dan mendewakan teknologi, karena segala sesuatu dapat diakses melalui teknologi tersebut, kecanduan ini mengakibatkan sesorang tidak dapat jauh dari smartphonenya, dan rela melakukan segala hal hingga tindakan kriminal demi mendapatkan akses tersebut.

Untuk itu penangan dalam hal ini perlu dilakukan dengan segera dan sedini mungkin. Terutama pada anak-anak tigkat sekolah dasar, karena disini merupakan perkembangan dan penentuan akan menjadi dewasa seperti apa mereka nantinya.

Solusi yang bisa ditawarkan dalam hal ini berupa pendidikan karakter dari guru dan dikuatkan lagi oleh orang tua, dalam UU Sisdikans No.20 Tahun 2003 tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Dari tujuan tersebut dapat diartikan bahwa peserta didik tidak hanya memiliki kecerdasan tapi juga harus memiliki akhlak yang mulia yang bisa didapatkan melalui pendidikan karakter.

Pendidikan karakter menurut Salahudin dan Alkrienciechie (2003:42) dimaknai sebagai pendidikan moral atau budi pekerti untuk mengembangkan kemampuan seseorang untuk berprilaku baik dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai moral harus selalu diterapkan pada anak dalam kehidupan sehari-harinya. Sudah bagus peserta didik di Indonesia melek dengan teknologi dari usia muda, namun jangan lepas mereka untuk menggunakan teknologi digital tersebut terlalu luas harus selalu ada pendampingan dan bimbingan dari orang tua maupun guru.

Dan untuk para remaja pun atau orang dewasa harus mampu mengendalikan diri jangan sampai manusia yang dikendalikan teknologi, karena pada hakikatnya manusialah yang mengendalikan teknologi. Jangan sampai telepon yang pintar (Smartphone) tapi manusia bodoh (foolishpeople).

(Hera Agit Martha adalah mahasiswi Universitas Peradaban Bumiayu (UPB) Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Gadis yang lahir di Brebes 21 Maret ini, mengenyam pendidikan mulai dari SD Negeri Kalijurang 03, SMP Negeri 01 Bumiayu dan SMA Negeri 01 Bumiayu, dan punya motto; Terus berproses dalam memaknai hidup)

Tulisan dalam Kolom Opini ini adalah kiriman dari masyarakat. Segala tulisan bukan tanggung jawab Redaksi PanturaNews, tapi tanggung jawab penulisnya.

 
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

Komentar Berita