Kamis, 10/09/2020, 09:49:39
Memaknai Tradisi Sedekah Laut
Oleh: Tambari Gustam

(Tambari Gustam adalah tokoh masyarakat nelayan, seniman dan budayawan. Tinggal di Muarareja, Kota Tegal, Jawa Tengah)

Mengapa Kepala Kerbau yang di Larung ke laut kembali ke bibir pantai? Demikian banyak pertanyaan kepada penulis, Minggu  6 September 2020 kemarin, saat nelayan Kota Tegal menggelar upacara adat sedekah laut. 

Sedekah laut tahun ini,  sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya,  sebab tahun ini hampir seluruh dunia kena wabah Covid-19, termasuk di Kota Tegal,  namun karena agenda sedekah laut sudah menjadi kegiatan rutin,  semacam ritual dan kearifan lokal akhirnya tetap melaksanakan upacara adat tersebut. Walaupun sangat sederhana.

Oleh Panitia pelaksanaan sedekah laut dengan tetap menjalakan standar penanganan covid, panitia menyediakan bak air untuk cuci tangan, masker dan tempat duduk dengan berjarak satu meter, atau tidak berkerumun.

Akhir setelah ancak di ruwat oleh dalang Sarjono, Minggu Kliwon di bulan Sura,  ancak yang berisi  5 kepala kerbau di larung ke laut. Namun ternyata dari lima kepala kerbau,  seninnya di temukan oleh warga nelayan,  satu kepala kerbau kembali ke bibir pantai.

Masyarakat bertanya-tanya, mengapa kepala kerbau yang sudah di larung di tengah laut, dan disaksikan ramai-ramai oleh nelayan kok bisa kembali?

Hadi Santoso selaku Ketua KUD Karya Mina, menjelaskan bahwa kegiatan pelarungan ancak adalah kegiatan tradisi yang sudah turun temurun. Namun dengan adanya kepala kerbau yang kembali ke darat, karena terbawa arus ombak, kebetulan saat siang angin dari laut ke darat, apalagi saat membuang ancak, jaraknya terlalu dekat. Hanya sekitar 500 meter, jadi jangan dikait-kaitkan dengan mitos.

Jika ditinjau dari sisi bahasa, makna sedekah adalah unsur serapan dari bahasa arab,  yang artinya sedekah sama saja shodaqoh,  dengan memberi. Atau berderma. Karena ada kata sedekah laut, ya sama saja memberi umpan atau pakan pada ikan dan sejenisnya di laut. Se-de-kah.  Memberi sedekah, berderma, berkenduri, selametan.

Sebab dalam agama Islam juga dianjurkan untuk bersedekah. Dalam Al Qur'an surat An-Nisa ayat 114  Yang menyuruh umat muslim untuk berbuat kebaikan,  salah satunya dengan bersedekah, ...Dan Barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhoan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.

Jadi dalam kontek sedekah laut,  penulis justru ingin meluruskan niat dari kita melaksanakan agenda sedekah laut. Bahwa kegiatan tradisi yang sudah berjalan turun temurun, bahkan sudah ratusan tahun, sebagai bentuk ritual tahunan di bulan Sura. Agar agenda tadisi tetep berjalan, maka secara perlahan-lahan kita harus menjelaskan pada masyarakat, acara pelarungan ancak bukan sesembahan pada mahluk halus. Tapi sebagai bentuk perbuatan nyata, yaitu memberi pakan kepada ikan dan udang yang ada di dalam laut, bukan memberi persembahan pada mahluk halus.

Kita tetap memohon doa dan perlindungan pada Allah SWT. Karena sejak setahun kita sudah di beri oleh Allah dengan menagkapi ikan, cumi dan sejenisnya,  sehingga setiap tahun pula harus memberi pakan (bersedekah)  kepala kerbau sebagai makanan ikan dan sejenisnya di laut.

Seperti petani tambak, karena tambak sengaja di tebari udang dan bandeng, maka petani wajib memberi pakan di tambak tersebut. Jika di laut,  kita tidak pernah menebar bibit,  maka hanya setahun sekali,  kita memberi pakan kepala kerbau,  sebagai sedekah untuk ikan dan udang di laut.

Di jelaskan dalam surat Al Baqoroh ayat 245; Barang siapa yang memberi pinjaman pada Allah pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan rejeki dan kepada-Nya lah kamu di kembalikan.

Tulisan dalam Kolom Opini ini adalah kiriman dari masyarakat. Segala tulisan bukan tanggung jawab Redaksi PanturaNews, tapi tanggung jawab penulisnya.

 
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

Komentar Berita