Rabu, 20/03/2019, 22:45:01
Pendidikan Manusia Monster
Oleh: Urip Triyono, S.S., M.M. Pd.

Jalan panjang pendidikan tampaknya belum mampu menghasilkan manusia baru yang ideal, setidaknya mendekati ideal. Bagaimana tidak? Bertahun-tahun segala sumber daya dicurahkan, baik materi maupun non materi, namun hasilnya masih sangat mengecewakan, masih jauh panggang dari apinya. Bukan manusia yang beradab yang dihasilkan, melainkan manusia biadab, immoral, dan bermental perusak, mentalitas monster.

Bias

MenurutUndang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional  disebutkan bahwa pendidikan adalahusaha sadar dan terencanauntukmewujudkan suasana belajardanprosespembelajaranagarpesertadidiksecaraaktif mengembangkan   potensi dirinyauntukmemiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendaliandiri, kepribadian, kecerdasan, akhlak  mulia,  serta  keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.Aspek jiwa dan mentalitas menjadi sasaran utama. Namun apa lacur? Pendidikan tidak mampu mempengaruhi secara mendasar sikap mental, kepribadian, dan aspek mental yang pada hakekatnya menjadi tujuan. Pendidikan kini laksana rutinitas menjemukan yang miskin makna, gerakan yang hambar, dan sama sekali tidak menyentuh aspek kejiwaan dan mentalitas yang didambakan.

Terbukti banyaknya tindakan kriminal justru dilakukan oleh manusia terdidik, bukan manusia yang miskin pendidikan. Kasus yang paling menonjol adalah merebaknya korupsi, kolusi, dan nepotisme buta yang menisbikan objektivitas dan sportivitas. Perilaku korup dilakukan oleh semua orang dimana pun posisinya, apa pun jabatannya. Baik jabatan pada birokrasi negara, maupun swasta. Bahkan, semua lini kehidupan bangsa ini praktis tidak ada yang bersih dari perilaku tercela tersebut.

Proses pendidikan yang tidak berpengaruh pada aspek kejiwaan dan mentalitas mengindikasikan terdapat kesalahan dalam pelaksanaan di lapangan. Pendidikan tidak membekas dalam jiwa dan sanubari manusia pelaksananya. Sebagai objek dan subjek pendidikan manusia seperti patung saja, tidak tersentuh oleh rasa dan logika secara normal. Pendidikan kehilangan rohnya, kehilangan substansinya. Pendidikan minus nilai. Akibatnya, manusia tidak dapat lagi membedakan mana yang benar, mana yang salah, mana yang boleh, mana yang tidak boleh. Manusia yang bukan manusia. Manusia yang tidak dapat mengidentifikasikan dirinya sendiri, manusia minus nilai kemanusiaannya.

Kesemrawutan identifikasi nilai, jiwa, dan mentalitas bangsa berimbas secara langsung terhadap penyelenggaraan negara. Tercabutnya sistematika nilai dalam diri pribadi masyarakat dan terlebih lagi pada penyelenggara negara  berefek langsung pada rentannya ketahanan nasional. Sehingga pada era sekarang ini, wilayah NKRI sangat lemah baik secara mental maupun fisiknya dan hal ini mendorong negara-negara lain (adidaya) untuk menginvasi baik secara ideologi, faham-faham, dan secara fisik. Perlahan tapi pasti wilayah RI “dicaplok” pelan-pelan,  tanpa disadari oleh para penyelenggara negara karena mereka telah dicekoki dengan berbagai faham keterbukaan dan demokrasi yang tanpa batas.

Faham materialistis yang mengutamakan kebenaran materi, demokratisasi yang mendukung persamaan hak, sekularistik yang bebas nilai agama, dan hedonisme yang mengagung-agungkan kesenangan dan kepuasan telah meluluhlantakkan nilai dan moralitas Pancasila. Keberadaan Pancasila sebagai sebuah ideologi bangsa tinggal nama dan tulisan saja, sedangkan keluhuran nilai dan prakteknya di lapangan tidak diindahkan.  Mentalitas generasi muda telah lama dininabobokan dengan fantasi dan halusinasi masa depan yang indah dengan dijejali  ideologi menyesatkan, dan secara fisik telah dirusak dengan kiriman narkoba dari dalam dan luar negeri tanpa penangangan yang berarti.

Rapuh

Idealisme pendidikan nasional yang digagas Undang-undang Sisdiknas adalah membentuk mentalitas dan pribadi peserta didik yang unggul, namun dalam perjalanan membentuk mentalitas tersebut, nyaris tidak ada pengawasan sehingga liar dan berjalan tanpa kendali menuju ke jurang kehancuran.Pendidikan yang berorientasi penanaman nilai budaya dan akhlak tergerus oleh pendidikan instan melalui HP, Gadget, dan media online lainnya yang dipandang lebih menarik dan efektif, tidak banyak aturan dan birokrasi.Hampir-hampir “benda gepeng” itu menjadi bagian hidupnya yang tak terpisahkan, melebihi apa dan siapa pun yang ada di lingkungan sekitarnya. Perubahan perilaku pun akan terjadi secara sistematik dan massif mengingat dunia serba boleh dalam dunia maya (online) telah menjadi gaya hidup.

Pendidikan yang ideal mampu membangun sistematika nilai yangdapat dijadikan acuan dalam bersikap dan bertingkah laku.Penerapan nilai dalam perilaku kehidupan sehari-hari menjadi kebiasaan yang melembaga pada segala aspek kehidupan menuju pola budaya baru yang positif sangat diharapkan. Budaya yang dibangun berdasarkan kekuatan nilai  dan dikontrol secara aktif akan mempengaruhi sistematika berpikir anggota masyarakat  menjadi gerakan yang massif dan sistematis dalam mencapai cita-cita bersama. Namun bila nilai-nilai merusak yang digunakan sebagai acuan bersikap dan bertingkah laku, maka pendidikan sedang menggali kuburnya sendiri, yaitu menunggu kematian hati nurani.Pendidikan hanya mengolah pikiran saja, tidak menyentuh aspek rasa, jiwa, mentalitas serta spiritualitas.

Monster      

Akibat pendidikan yang hanya menekankan pengolahan pikiran, efeknyaakan memupuk egoisme peserta didik, acuh tak acuh terhadap lingkungan, dan sifat mau menangnya sendiri. Pendidikan yang tidak mendasarkan diri pada nilai etik, moral, dan spiritual bangsa hanyalah pendidikan semu yang menipu, seakan-akan membangun namun pada hakekatnya meruntuhkan.Cita-cita dan tujuan pendidikan justru semakin menjauh dari target yang telah ditetapkan.

Pada era sekarang ini, pendidikan dan kebudayaan bangsa tengah mengalami tantangan yang dahsyat.Bagaimana tidak?Dalam proses pendidikan tengah terjadi benturan hebat dengan nilai-nilai kebebasan yang digembar-gemborkan Barat yang penuh kepalsuan dan menjauh dari jatidiri bangsa. Pendidikan yang berdasarkan pada nilai-nilai luhur bangsa telah luntur dan tinggal namanya saja, digantikan semua yang berbau demokrasi, sekularistis, materialis, dan hedonistis. Paham-paham tersebut dibiarkan masuk dan menyusup melalui berbagai media, baik cetak, pandang dengar, maupun online mempengaruhi cara berpikir masyarakat dan bangsa secara keseluruhan. Walhasil, pendidikan dan pembudayaan nilai-nilai luhur bangsa menjadi kabur bahkan hilang, dan bila tidak segera diantisipasi dapat mengarah pada kehancuran yang lebih dahsyat, yaitu kehancuran moral dan mental bangsa. Pendidikan hanya menghasilkan manusia-manusia monster, manusia yang kehilangan jatidiri kemanusiaannya, yang biadab, yang bebas dan lepas dari norma dan nilai. Manusia perusak yang sempurna.

Penutup

Revisi, reorientasi konsep, dan implementasi pendidikan di negeri ini mendesak dievaluasi. Jangan biarkan bangunan jiwa dan mentalitas bangsa hancur hanya karena kita tidak mau peduli dengan pembiasan arah dan tujuan pembangunan sektor pendidikan. Jangan dinabobokan oleh keberhasilan pendidikan secara fisik yang menipu, jangan jadikan proses pendidikan menghasilkan manusia-manusia monster yang ganas.

(Urip Triyono adalah pengamat dan praktisi pendidikan, Sekretaris MGMP Bahasa Jawa SMP Kabupaten Brebes, Guru di SMP Negeri 1 Songgom, Brebes)

Tulisan dalam Kolom Opini ini adalah kiriman dari masyarakat. Segala tulisan bukan tanggung jawab Redaksi PanturaNews, tapi tanggung jawab penulisnya.

 
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

Komentar Berita