Rabu, 08/06/2016, 06:54:21
Teliti Kepemimpinan Kiai, Aktivis Muda NU Meraih Gelar Doktor
Laporan Takwo Heriyanto

Sari Hernawati SAg MPd

PanturaNews (Brebes) - Gaya kepemimpinan Kiai di pondok pesantren, menjadi obyek penelitian aktivis muda Nahdlatul Ulama (NU) asal Kecamatan Songgom, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Sari Hernawati SAg MPd untuk disertasi gelar doktornya.

Sari Hernawati meneliti para Kiai yang mengajar di Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Benda, Kecamatan Sirampog dan Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes.

“Alhamdulillah, saya bisa mempertahankan disertasi gelar doktor dari Universitas Negeri Semarang (UNNES),” tutur Sari ketika berbincang di rumahnya Desa Dukuhmaja Rt 02/Rw IV Kecamatan Songgom, Rabu 08 Juni 2016.

Dalam disertasinya, istri dari Ali Ansori Khamaluddin ini melihat gaya kepemimpinan seorang kiai di pondok pesantren, tidak sama antara kiai satu dengan lainnya. Hal ini dapat dimengerti bahwa gaya kepemimpinan kiai dipondok pesantren, didukung oleh watak sosial dimana ia hidup.

“Konsep-konsep kepemimpinan Islam wilayatu al-amam dan ajaran sufi, juga mempengaruhi gaya kepemimpinan mereka,” kata Ibu dari Uzma Syarifatul Muna Salsabila dan AH Minerva Akram Ansori.

Para kiai antara lain menganut gaya kepemimpinan religio-paterlenistic, dimana adanya suatu gaya interaksi antara Kiai dengan para santri, atau bawahan didasarkan atas nilai-nilai keagamaan yang disandarkan kepada gaya kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.

Putri pasangan HA Husni Tamrin dan Hj Umi Syarifah juga melihat kiai menganut gaya kepemimpinan paternalistic-otoritier, dimana pemimpin pasif. Kiai bertindak sebagai seorang bapak yang memberi kesempatan anak-anaknya untuk berkreasi, tetapi juga otoriter yaitu memberikan kata-kata final untuk memutuskan, apakah karya para santri dapat diteruskan atau dihentikan.

Gaya kepemimpinan legal-formal, mekanisme kerja kepemimpinan ini adalah menggunakan fungsi kelembagaan, dalam hal ini masing-masing unsur berperan sesuai dengan bidangnya, dan secara keseluruhan bekerja mendukung keutuhan lembaga.

Gaya kepemipinan bercorak alami, gaya kepemimpinan ini adalah pihak Kiai tidak membuka ruang bagi pemikiran-pemikiran yang menyangkut penetuan kebijakan peantren, mengingat hal itu menjadi wewenangnya secara mutlak. Jika ada usualan-usulan pengembangan yang berasal dari luar yang berbeda sama sekali dari kebijakan Kiai justru direspon secara negatif.

 

Bahwa gaya kepemimpinanan Kiai dipondok pesanteren memiliki ciri paternalistic dan free rein leadership, dimana pemimpin pasif, sebagai seorang bapak yang memberikan kesempatan kepada anak-anaknya untuk berkreasi, tetapi juga otoriter, yaitu memberikan kata-kata final untuk memutuskan apakah karya anak buah yang bersangkutan dapat diteruskan atau harus dihentikan.

Kepemimpinan di pesantren lebih menekankan pada proses bimbingan, pengarahan, dan kasih sayang. Gaya kepemimpinan yang ditampilkan oleh pesantren bersifat kolektif atau kepemimpinan institusional.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa gaya kepemimpinan di pesantren mempunyai ciri paternalistik, dan free rein leadership, dimana pemimpin pasif, sebagai seorang bapak yang memberikan kesempatan kepada anaknya untuk berkreasi, tetapi juga otoriter, yaitu memberikan kata-kata final untuk memutuskan apakah karya anak buah yang bersangkutan dapat diteruskan atau tidak.

Kiai sebagai pimpinan pesantren dalam membimbing para santri atau masyarakat sekitarnya memakai pendekatan situasional. Hal ini tampak dalam interaksi antara Kiai dan santrinya dalam mendidik, mengajarkan kitab, dan memberikan nasihat, juga sebagai tempat konsultasi masalah, sehingga seorang Kiai kadang berfungsi pula sebagai orang tua sekaligus guru yang bisa ditemui tanpa batas waktu.

Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa kepemimpinan Kiai penuh tanggung jawab, penuh perhatian, penuh daya tarik, dan sangat berpengaruh.Dengan demikian perilaku Kiai dapat diamati, dicontoh, dan dimaknai oleh para pengikutnya (secara langsung) dalam interaksi keseharian.

Kepemimpinan kiai pondok pesantren mengantarkan dosen Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang Sari Hernawati meraih gelar doktor pada 23 Mei 2016. Dia berhak mendapat gelar untuk pencapaian pendidikan akademik tertinggi ini usai menyelesaikan ujian promosi terbuka, yang menghadirkan pakar dan guru besar.

Sari mendapat bimbingan dari Prof. Dr. Joko Widodo (promotor), Prof. Dr. Sugiyo (kopromotor) serta Prof. Dr. Fakhruddin (kopromotor). ”Penelitian ini saya rangkum dalam disertasi berjudul Model Kepemimpinan Kiai Dalam Meningkatkan Mutu Layanan Pendidikan di Pesantren Salaf dan Modern. Peran ulama sentral dalam membentuk dan membekali peserta didik, terutama untuk ilmu agama dan pengetahuan umum,” terang Sari.

Model pendidikan pesantren juga memberikan tambahan kecakapan hidup. Yang mengesankan, pendidikan ponpes sedari dulu menekankan pembentukan karakter santri. Mereka misalnya, sejak awal telah diperkenalkan dengan hidup mandiri. Ini yang akhirnya menjadikan alumnus ponpes rata-rata bisa hidup mandiri. Mereka tergugah semangatnya untuk mempertahankan hidup dengan berwirausaha.

Kondisi ini bila diterapkan menyeluruh juga memungkinkan penciptaan lapangan kerja. Bekal keilmuan dari dalam ponpes sangat berguna saat terjun di masyarakat. ”Kiai mempunyai filosofis mendidik sebagai ibadah dan pengabdian kepada Allah SWT. Ini menjadikan pula santri dibekali benteng keimanan. Hasilnya mereka sebenarnya juga lulus dengan pendidikan yang komplet,” imbuh Ketua I Pengurus Cabang Fatayat NU Kabupaten Brebes 2013– 2018.

Riset yang dijalankannya selama beberapa waktu ini, dinyatakan diterima dalam ujian promosi terbuka. Sari sekaligus mendapat penilaian sangat memuaskan atas hasil disertasinya.


 
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

Komentar Berita