Rabu, 12/11/2014, 06:03:06
Meningkatkan Market Share Keuangan Syariah
Oleh: Hermansyah

Seperti jamak diketahui, keberadaan industri keuangan berbasis syariah terus mendapatkan kepercayaan di hati masyarkat kita. Hal ini tentu berimplikasi pada bertambahnya aset yang terus meningkat secara signifikan.

Data yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan hingga Agustus 2014 jumlah bank umum syariah (BUS) sebanyak 12 bank dan unit usaha syariah (UUS) sebanyak 22. Sementara dari segi aset, OJK pada September lalu melaporkan aset BUS mencapai Rp 183,86 triliun dan untuk UUS menembus angka Rp 60,3 teriliun.

Meningkatnya aset dan pemain baru di industri keuangan syariah tidak serta merta membuat pangsa pasar (market share) juga meningkat. Pangsa pasar industri keuangan syariah di negeri ini masih berada dikisaran 4 persen. Angka ini jauh tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia yang sudah menembus angka 20 persen.

Apa yang harus dilakukan?

Dengan berbagai potensi yang dimiliki bangsa ini, tidak seharusnya kita pesimis untuk bersaing dengan negara-negara lain—yang telah berlari cepat mendahului kita. Justru di sinilah momentum bagi bangsa ini untuk tetap optimis mengejar pangsa pasar dengan mengelola semua potensi secara maksimal. Melihat realitas di lapangan, perlu gebrakan dari berbagai pihak untuk memaksimalkan potensi yang harus diimplemetasikan dengan program nyata. Setidaknya ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan market share keuangan syariah.

Pertama, komitmen pemerintah. Dalam pengembangan keuangan syariah pemerintah tidak bisa lepas tangan. Dukungan dari pemerintah sangat dibutuhkan agar industri keuangan syariah negeri ini pertumbuhannya semakin cepat dan tidak stagnan. Indonesia perlu mencontoh Malaysia, di mana intervensi pemerintah di sana cukup besar. Berkat dukungan pemerintah, kini Malaysia cukup diperhitungkan dalam percaturan keuangan syariah.

Karenanya, kita menaruh harapan yang sangat besar kepada pemerintahan Jokowi-JK untuk lebih serius dalam membangun keuangan syariah ke depan. Komitmen tersebut bukan hanya sebatas retorika saja, tetapi harus diikuti dengan kerja nyata. Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah mendirikan bank syariah BUMN dan memperkuat permodalan, terutama bagi bank syariah yang modalnya masih minim. Pendirian bank syariah BUMN bisa dilakukan dengan cara mendirikan bank baru BUMN syariah atau dengan mengkonversi bank BUMN menjadi bank syariah.

Kedua, perbaikan SDM. Masa depan industri keuangan syariah sangat bergantung pada pemenuhan SDM yang benar-benar berkualitas. Perguruan tinggi memiliki peran besar untuk mencetak SDM yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Fakta di lapangan menyebutkan, setiap tahunnya industri keuangan syariah membutuhkan SDM kurang lebih 11.000. Sementara lembaga pendidikan saat ini hanya mampu memasok SDM sekitar 3.750 per tahun. Di sini terjadi ketimpangan antara permintaan pasar dengan SDM yang tersedia.

Akhirnya, untuk memenuhi SDM sebesar 11.000 itu dilakukan dengan cara memberikan pelatihan singkat kepada SDM konvensional dan kemudian mereka disalurkan ke lembaga-lembaga keuangan syariah.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), total sumber daya manusia (SDM) bank umum syariah (BUS) serta unit usaha syariah (UUS) pada akhir Juni 2013 mencapai 34.726 karyawan, meningkat 9.972 karyawan atau 40 persen dari tahun lalu. Peningkatan SDM ini belum seberapa jika dibandingkan dengan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) yang melebihi 10.000 per tahun.

Ketiga, meningkatkan sosialisasi. Keengganan masyarakat menggunakan produk dan jasa keuangan syariah diakibatkan oleh minimnya pengetahuan terkait keuangan syariah. Untuk meningkatkan pengetahuan tersebut, dibutuhkan sosialisasi secara maksimal dan Banyak pihak yang bisa berperan dalam program ini. Misalnya, melibatkan ulama dan pesantrennya, organisasi kemasyarakatan (NU-Muhammadiyah), dan organisasi-organisasi yang memang concern mempromosikan ekonomi syariah seperti, Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), dan Forum Silaturrahmi Studi Ekonomi Islam (Fossei). Keterlibatan pesantren dan berbagai organisasi dalam memperkenalkan ekonomi syariah kepada masyarakat menjadi sebuah keharusan guna mendorong perkambangan ekonomi syariah agar menjadi lebih cepat dan besar.

Dengan begitu, jika ketiga langkah di atas bisa dilaksanakan dengan baik, maka penulis optimis pangsa pasar keuangan syariah kita akan unggul dan mampu mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain. Pada gilirannya mimpi menjadi pusat keuangan syariah dunia akan terwujud dan bukan isapan jempol belaka. Amien!

 

(Hermansyah adalah Anggota Lembaga Pengkajian Perbankan dan Ekonomi Syariah (LKPES) Universitas Muhammadiyah Jakarta, tinggal di Cempaka Putih Ciputat Timur, Tangerang Selatan)

Tulisan dalam Kolom Opini ini adalah kiriman dari masyarakat. Segala tulisan bukan tanggung jawab Redaksi PanturaNews, tapi tanggung jawab penulisnya.

 
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.

Komentar Berita